Rabu, 11 November 2015

0 Makalah Bank ASI dan Bank Sperma


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!

KATA PENGANTAR


بسم اللّه الرّحمن الرّحيم
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Masaailul Fiqhiyah 1 berkaitan dengan Bank ASI dan Bank Sperma” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Masaailul Fiqhiyah 1 yang diampu oleh dosen Saepul Milah, S.Pd.I, M.Pd.I.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya dan membacanya.
Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk masa yang akan datang.
                                                                                                   


                                                            Ciamis,   November 2015



                                                                                        Penulis


DAFTAR ISI









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh ibu. Sebelum anak lahir, makanannya telah dipersiapkan lebih dahulu. Begitu anak itu lahir, ASI telah dapat dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Menggunakan makanan lain seperti susu dan tepung yang khusus untuk bayi, sebenarnya tidak dilarang, tetapi sebagai makanan tambahan saja. Dalam topik ini, titik beratnya adalah ASI sebagai makanan pokok bayi. Karena begitu pentingnya ASI tersebut, maka orang mungkin mendapatkannya dari Bank ASI, sekiranya ASI itu tidak memadai atau karena bayi itu berpisah tempat dengan ibunya.

Salah satu tujuan perkawinan yaitu diantaranya untuk melanjutkan keturunan dan menenteramkan jiwa. Keturunan tidak diperoleh karena adakalanya si suami mandul (tidak subur) ataupun sebaliknya, sedangkan suami istri menginginkan anak. Demikian juga halnya suatu keluarganya tidak merasa tenang dan tenteram, apabila dalam keluarganya tidak ada anak sebagai penghibur hati. Ada orang yang berupaya untuk mendapatkan anak, dengan jalan mengangkat atau memungut anak dan adakalanya dengan jalan menerima sperma dari donor yang telah tersimpan pada Bank Sperma[1].
Maka daripada itu dalam makalah ini, akan dibahas dua masalah yaitu mengenai Bank ASI dan Bank Sperma.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
a.       Apa definisi bank ASI dan bank sperma ?
b.      Bagaimana hukum bank ASI dan bank sperma ?
c.       Bagaimana dampak adanya bank ASI dan bank sperma ?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisannya sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui  definisi bank ASI dan bank sperma.
b.      Untuk mengetahui  hukum bank ASI dan bank sperma.
c.       Untuk mengetahui  dampak adanya bank ASI dan bank sperma.

D.    Metode Penulisan

Adapun metode penulisannya sebagai berikut :
a.       Membaca Buku
b.      Searching Internet

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Bank ASI dan Bank Sperma

a.      Bank ASI
Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyaluran ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. [2]
Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.
Semua ibu donor diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan 2. Juga tidak memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker.
b.      Bank Sperma
Bank Sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis disebut juga Cryiobanking yaitu suatu teknik penyimpanan sel Cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.[3]
Bank sperma didirikan untuk memenuhi keperluan orang yang menginginkan anak, tetapi dengan berbagai sebab, seperti sperma suami tidak mungkin dibuahkan dengan sel telur (ovum) si istri. Dengan demikain atas kesepakatan suami istri, dicarikan donor sperma.[4]
Dengan melajunya IPTEK, maka dikenallah inseminasi buatan donor yang pertama oleh Pancoast (Philadelphia, 1984). Ilmuwan ini telah melakukan inseminasi buatan seorang ibu dengan sperma salah seorang muridnya yang paling rupawan. Inseminasi buatan donor ini telah banyak dilakukan, bukan saja untuk mengatasi permasalahan keinginan untuk mempunyai anak pada pasangan suami isteri yang mandul, namun telah dilakukan pula inseminasi buatan donor dengna sperma-sperma atau sel telur orang lain yang lebih jenius (seperti Einstein), cantik (Diana Rose), tampan (Juhn Travolta) dan lain sebagainya.
Untuk itu, maka IPTEK membuka pula kemungkinan untuk ‘menyimpan’ sperma-sperma orang-orang seperti yang disebutkan di atas, sehingga membuka pula kemungkinan untuk pasangan suami isteri memperoleh keturunan/anak dengan ciri-ciri yang diinginkannya. Bank sperma kini memungkinkan untuk menyimpan sperma manusia dalam keadaan tetap subur sampai lebih dari 10 tahun, bahkan mungkin pada tahun-tahun berikutnya sperma akan dapat disimpan untuk selama-lamanya sesuai dengan perkembangan IPTEK. [5] Wallahu‘alam.

B.     Hukum Bank ASI dan Bank Sperma

a.      Bank ASI
Pendapat yang membolehkan
Ulama besar seperti Dr. Yusuf Al-Qardawi tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya semacam Bank ASI, asalkan bertujuan untuk mewujudkan maslahat syar’iyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi. Tidak diragukan lagi bahwa tujuan dibangunnya Bank ASI adalah baik dan mulia dan tentu saja didukung oleh Islam yang mengajak untuk membantu setiap orang yang lemah, apapun sebab kelemahannya, terutama apabila ada anak yang dilahirkan premature yang tidak memiliki daya dan kekuatan apaun sebagaimana bayi yang lahir normal.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya, bukan sekedar menyumbangkannya. Sebab di masa nabi, para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang pengumpulan ASI itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati oleh bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.[6]
Selain Al-Qaradawi, yang menghalalkan bank ASI adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi - ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.[7]
Pendapat yang mengharamkan
Menurut mayoritas fuqaha’ di antaranya imam yang tiga; Abu Hanifah, Maliki, dan Syafi’I, mereka memaknai menyusui yang berdampak pada hukum pengharaman adalah setiap yang masuk kedalam perut bayi melalui tenggorokan dan lainnya, seperti memasukkannya melalui hidungnya.[8] Selain itu,  di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya bank ASI adalah Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma’ Fiqih Islami. Dalam kitab Fatawa Mua`sirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan Majma’ Fiqih Al-Islami melalui Badan Muktamar Islam yang diadakan di Jeddah pada tanggal 22 – 28 Disember 1985/ 10 – 16 Rabiul Akhir 1406. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank ASI di seluruh negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut.[9]
Perdebatan dari segi dalil
Ternyata perbedaan pendapat dari dua kelompok ulama ini terjadi diseputar syarat dari penyusuan yang mengakibatkan kemahraman. Setidaknya ada dua syarat penyusuan yang diperdebatkan.
1)      Haruskah Lewat Menghisap Puting Susu?
Kalangan yang membolehkan mengatakan bahwa bayi yang diberi minum ASI dari bank ASI, tidak akan menjadi mahram bagi para wanita yang air susunya ada di bank itu. Sebab kalau sekedar hanya minum air susu, tidak terjadi penyusuan, karena harus lewat penghisapan puting susu ibu.
Mereka berdalil dengan fatwa Ibnu Hazm, beliau mengatakan bahwa sifat penyusuan haruslah dengan cara menghisap puting susu wanita yang menyusui dengan mulutnya. Dalam fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang diberi minum susu seorang wanita dengan menggunakan botol atau dituangkan ke dalam mulutnya lantas ditelannya, atau dimakan bersama roti atau dicampur dengan makanan lain, dituangkan ke dalam mulut, hidung, atau telinganya, atau dengan suntikan, maka yang demikian itu sama sekali tidak mengakibatkan kemahraman. [10] Dalilnya adalah firman Allah SWT: “Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuanmu sepersusuan…‘ (QS An-Nisa’:23)
Menurut Ibnu Hazim, proses memasukkan puting susu wanita di dalam mulut bayi harus terjadi sebagai syarat dari penyusuan.
Sementara itu, bagi mereka yang mengharamkan Bank ASI, tidak ada kriteria menyusu harus dengan proses bayi menghisap puting susu. Justru yang menjadi kriteria adalah meminumnya, bukan cara meminumnya. Dalil yang mereka kemukakan juga tidak kalah kuatnya, yaitu hadits yang menyebutkan bahwa kemahraman itu terjadi ketika bayi merasa kenyang.
“Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perhatikan saudara laki-laki kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu”. (HR Bukhari dan Muslim).
2)      Haruskah Ada Saksi?
Sebagian ulama mengatakan bahwa untuk terjadinya persusuan yang mengakibatkan kemahraman, maka harus ada saksi. Seperti pendapat Ash-Sharabshi, ulama Azhar. Namun ulama lainnya mengatakan tidak perlu ada saksi. Cukup keterangan dari wanita yang menyusui saja.
Bagi kalangan yang mewajibkan ada saksi, hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut. Sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari bank susu ibu. Karena susu yang diminum oleh para bayi menjadi tidak jelas susu siapa dari ibu yang mana. Dan ketidak-jelasan itu malah membuat tidak akan terjadi hubungan kemahraman.
Dalilnya adalah bahwa sesuatu yang bersifat syak (tidak jelas, ragu-ragu, tidak ada saksi), maka tidak mungkin ditetapkan di atasnya suatu hukum. Pendeknya, bila tidak ada saksinya, maka tidak akan mengakibatkan kemahraman.
Sedangkan menurut ulama lainnnya, tidak perlu ada saksi dalam masalah penyusuan. Yang penting cukuplah wanita yang menyusui bayi mengatakannya. Maka siapa pun bayi yang minum susu dari bank susu, maka bayi itu menjadi mahram buat semua wanita yang menyumbangkan air susunya. Dan ini akan mengacaukan hubungan kemahraman dalam tingkat yang sangat luas. Agar tidak terjadi kekacauan, maka para ulama lainnya memfatwakan bahwa Bank ASI menjadi haram hukumnya.
Sehingga masalah ini tetap menjadi titik perbedaan pendapat dari dua kalangan yang berbeda pandangan. Wajar terjadi perbedaan ini, karena ketiadaan nash yang secara langsung membolehkan atau mengharamkan bank susu. Nash yang ada hanya bicara tentang hukum penyusuan, sedangkan syarat-syaratnya masih berbeda. Dan karena berbeda dalam menetapkan syarat itulah makanya para ulama berbeda dalam menetapkan hukumnya.[11]
b.      Bank Sperma
Sebagaimana diketahui, bahwa donor sperma tetap dirahasiakan dan tidak boleh diberitahukan kepada resipien (penerima). Hal ini berarti, bahwa donor sperma tetap kabur sehingga anak hasil inseminasi yang diperoleh dari Bank Sperma lebih kabur statusnya dari anak zina. Sebab, sejelek-jelek anak zina masih mungkin diketahui bapaknya (yang tidak sah menurut hukum), paling tidak hanya dapat diketahui oleh ibu anak zina itu. [12]
                Persoalan bank sperma dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan. Secara umum Islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah swt. memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam Q.S al-Mu'minun ayat 5-7.
Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :
اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُرَيْنِ وَاجِبٌ
Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu Hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu, telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:
لَوِاسْتَمْنَى الرَّجُلُ بِيَدِ امْرَأَتِهِ جَازَ لِأَنَّهَامَحَلُ اسْتِمْتَاعِهِ
“Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya.”
Tahap kedua setelah bank sperma berhasil mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya, setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan inseminasi buatan yang telah dijelaskan di atas. Hukum dan pendapat inseminasi buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak berhasil memperoleh anak, maka hukumnya boleh. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh :
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةِ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang.
Selain kasus sperma dari suami ditanam pada rahim isteri, demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh sperma dari orang lain ditanam pada rahim isteri. Diantara yang mengharamkan adalah Lembaga fiqih Islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy dan Zakaria Ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau inseminasi buatan.
Dengan demikian, hukum pendirian bank sperma bisa mubah jika bertujuan untuk memfasilitasi suami isteri yang ingin menyimpan sperma suaminya di bank tersebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang dapat menghalangi kesuburan, isteri masih bisa hamil dengan cara inseminasi yang halal. Adapun jika tujuan pendirian bank sperma adalah untuk mendonorkan sperma kepada wanita yang bukan isterinya maka pendirian bank sperma adalah haram, karena hal yang mendukung terhadap terjadinya haram maka hukumnya haram.[13]

C.    Dampak Adanya Bank ASI dan Bank Sperma

a.      Bank ASI
Pada awalnya, penulis berpendapat bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh dengan syarat-syarat yg sangat ketat, ternyata pendapat tersebut sudah disampaikan oleh beberapa ulama di Timur Tengah yang terangkum dalam pendapat ketiga. Namun demikian, setelah memperhatikan dampak-dampak yang akan muncul dengan berdirinya bank ASI di Negara-negara Islam, maka akhirnya penulis cenderung untuk mengatakan sebaiknya tidak usah didirikan bank ASI selama hal tersebut tidak darurat. Diantara mudharat-mudharat (dampak-dampak) yang akan ditimbulkan dari pendirian bank ASI adalah[14] :
1.      Terjadinya pencampuran nasab, jika distribusi ASI tersebut tidak diatur ini secara ketat
2.      Pendirian bank ASI memerlukan biaya yg sangat besar, terlalu berat ditanggung oleh Negara-negara berkembang seperrti Indonesia
3.      ASI yang dismpan dalam bank, berpotensi untuk terkena virus dan bakteri yang berbahaya, bahkan kwalitas ASI bisa menurun drastis, sehingga kelebihan-kelebihan yang dimiliki ASI yang disimpan ini semakin berkurang, jika dibandingkan dengan ASI yang langsung dihisap bayi dari ibunya
4.      Dikhawatirkan ibu-ibu yang berada dalam taraf kemiskinan, ketika melihat peluang penjualan ASI kepada bank dengan harga tinggi, mereka akan berlomba-lomba untuk menjual ASInya dan sebagai gantinya merea memberikan susu formula untuk anak-anak mereka
5.      Ibu-ibu yang sibuk beraktivitas dan mempunyaikelebihan harta, akan semakin malas menyusui anak-anak mereka , karena bisa membeli ASI dari bank dengan harga berapapun.
b.      Bank Sperma
Jika dikaitkan dengan perwalian dalam perkawinan bagi anak wanita dan warisan (anak pria dan wanita), maka statusnya sama saja dengan anak zina, yaitu harus dengan wali hakim dan anak itu hanya waris mewarisi dengan ibunya saja. Jadi, pemanfa’atan sperma dari Bank Sperma, haram hukumnya dalam pandangan Islam.[15]
Kemudian ada satu permasalahan lagi yang memerlukan pemecahan, yaitu sperma seorang suami yang disimpan pada Bank Sperma dan sesudah suaminya meninggal, isterinya ingin mempunyai anak lagi. Sperma (cadangan) itu disuntikkan ke dalam rahim wanita itu. Kalau kita lihat sepintas, tidak ada terjadi pelanggaran hukum, karena sperma itu berasal dari suaminya sendiri yang sah. Namun dalam masakalah in, penulis lebih cenderung berpendapat bahwa pemanfa’atan sperma itu untuk tidak dilakukan, karena akan berdampak mengundang fitnah bagi wanita tersebut, umpamnya dengan tuduhan berbuat serong dengan pria lain, karena sepengetahuan masyarakat, si wanita itu sudah berstatus janda. Demikian juga, akan membuka peluang atau dijadikan alasan oleh janda-janda yang hamil dengan dalih memanfa’atkan sperma suaminya yang suda meninggal, yang disimpan pada Bank Sperma. Alasan ini sejalan dengan kaidah hukum Islam: سد الدريعة , mengadakan tindakan preventif, sehingga tidak menimbulkan fitnah. [16]

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Dari pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyaluran ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Sedangkan Bank sperma yaitu pengambilan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma
2.      Mengenai tentang hukum diadakannya bank ASI ada dua pendapat, yaitu sebagian ulama mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkan. Diantara ulama yang mengharamkan yaitu mayoritas ulama dengan dalih bahwa mereka memaknai menyusui yang berdampak pada kemahraman yaitu setiap yang masuk pada perut bayi baik dengan cara lansung atau melalui perantara. Sedangkan ulama yang membolehkan diantaranya yang paling terkenal, Syaikh Al-Qaradhawi, beliau mengutip perkataan Ibnu Hazm yaitu sifat susuan yang mengharamkan adalah apabila bayi menyusui dari putting susu ibu yang menyusuinya secara langsung.
3.      Setelah memperhatikan dampak-dampak yang akan muncul dengan berdirinya bank ASI di Negara-negara Islam, maka akhirnya penulis cenderung untuk mengatakan sebaiknya tidak usah didirikan bank ASI selama hal tersebut tidak darurat karena banyak mudharatnya dari pendirian bank ASI tersebut.
Adapun hukum pendirian bank sperma tergantung dari dua hal, yaitu cara pengambilan sperma dari donor dan proses inseminasi. Pengambilan sperma dilakukan melalui masturbasi dan para ulama beda pendapat dalam menanggapi masturbasi ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Sedang masalah inseminasi, jika inseminasi yang halal (sperma suami diinseminasikan kepada rahim isteri) maka hukumnya boleh, sedangkan jika inseminasi yang haram maka hukumnya haram

B.     Saran

Menghadapi era globalisasi yang penuh dengan berbagai teknologi canggih, maka kita hendaknya juga semakin cermat dalam mengaplikasikannya. Dalam hal ini penulis berharap dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai berbagai macam masalah fiqh kontemporer dan pandangan Islam mengenai hal tersebut.





DAFTAR PUSTAKA


Hasan, M.Ali. 1996. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Rida, Muhyiddin Mas. 2009.  Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar
Supardan. 1991. Ilmu, Teknologi dan Etika. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Yuliasman, Chandra.  Fiqh Kotemporer inseminasi cloning. Diunduh pada hari Minggu tanggal 08 November 2015 Pukul 20.00 WIB. Alamat web : http://chandrayuliasman.blogspot.co.id
Diunduh pada hari Senin tanggal 26 Oktober 2015 Pukul 13.00 WIB. Alamat web :  http://jawharie.blogspot.co.id
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 07  November 2015 Pukul 19.30 WIB. Alamat web : http://Ahmadzain.com
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 07  November 2015 Pukul 21.00 WIB. Alamat web : http://www.raport.ga





[1][1] Hasan, M.Ali. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Hal. 162
[3] http://jawharie.blogspot.co.id                                                                   
[4] Hasan, M.Ali. 1996. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Hal. 164
[5] Supardan. 1991. Ilmu, Teknologi dan Etika. Hal. 23
[6] Rida, Muhyiddin Mas. 2009.  Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Hal. 178
[7] http://www.raport.ga
[8] Rida, Muhyiddin Mas. 2009.  Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Hal. 179
[9] http://www.raport.ga
[10] Rida, Muhyiddin Mas. 2009.  Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Hal. 181
[11] http://www.raport.ga
[12] Hasan, M.Ali. 1996. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Hal. 164
[14] http://Ahmadzain.com
[15] Hasan, M.Ali. 1996. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah.  Hal. 164
[16] Hasan, M.Ali. 1996. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah.  Hal. 165

0 komentar:

Posting Komentar