Rabu, 11 November 2015

0 Deskripsi Diri tentang Perkembangan Jiwa Keagamaan kepada Anak & Remaja


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
UTS PSIKOLOGI AGAMA
Nama                     : Wiwin Layyin Awwaliyah
NPM                      : 13.03.2944
Prodi                     : PAI V C
Materi                   : Perkembangan Jiwa Keagamaan kepada Anak & Remaja

بسم اللّه الرّحمن الرّحيم
             Tugas deskripsi diri ini saya akan mengambil dari tema point keempat yang ada di RPPS Mata kuliah Psikologi Agama yaitu            Perkembangan Jiwa Keagamaan kepada Anak dan Remaja, yang terdiri dari beberapa sub tema diantaranya yaitu: teori tentang sumber kejiwaan agama, timbulnya jiwa keagamaan pada anak, perkembangan agama pada anak-anak, sifat-sifat agama pada anak-anak, perkembangan jiwa keagamaan pada remaja, dan konflik dan keraguan.

Saya bernama Wiwin Layyin Awwaliyah merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Saya hidup dari keluarga yang berlatarbelakang pesantren terutama ayah saya yang keluaran pesantren, apalagi kakek saya yang merupaan seorang sesepuh masjid jami di kampung saya dan sekarang dilanjutkan oleh ayah saya. Saya tinggal di kampung Pasirpeuteuy Desa Pawindan Kecamatan/Kabupaten Ciamis. Alhamdulillah meskipun berada di kampung tapi berpenduduk mayoritas muslim dan lebih spesifik lagi masyaraat NU.
            Ketika saya masih kanak-kanak saya sering mengikuti orang tua saya melaksanakan sholat berjamaah di masjid karena posisi rumah saya sangat dekat dengan masjid bahkan dihimpit oleh masjid dan madrasah diniyah. Meskipun saat itu saya hanya duduk mendengarkan dan kadang sesekali saya  mengikut-ikut gerakan orangtua saya melakukan shalat dengan sekedarnya seperti apa yang saya lihat tanpa mengetahui bacaan apa yang dibacanya. Selain ikut shalat berjamaah, juga kebiasaan  mendengarkan wirid orang tua saya setelah shalat yang membuat saya terbiasa dengan bacaan-bacaan itu dan hafal dengan bacaan wirid tersebut yaitu diantaranya bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahli. Keadaan yang saya alami tersebut sesuai dengan salah satu teori  tentang sumber kejiwaan keagamaan yaitu menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan sekedar meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang tua saya.
Karena rumah saya dekat dengan masjid, dan masjid depan rumas saya itu merupakan tempat dimana anak-anak dari mulai anak kecil sampai anak remaja yang ada di kampung saya pergi untuk mengaji ke sana, maka alhamdulillah dari kecil saya sudah rutin berangakt ke masjid dan dikenalkan dengan bacaan Al-Qur’an dengan tajwid yang benar yang dimulai dari bacaan iqro. Selain itu juga di masjib tersebut saya dan teman-teman sudah diajarkan bagaimana gerakan dan bacaan shalat yang benar. Kebetulan saat itu, ayah saya sedang mengkaji kitab kuning masalah Tauhid kepada anak-anak remaja di madrasah, dan saya turut mendengarkan karena saat itu saya ikut dengan ayah ke madrasah. Saat itu saya mulai mengenal Tuhan meskipun hanya mengetahui saja tanpa memahaminya.
            Pada usia sekitar 4 tahun saya didaftarkan masuk TPQ (Taman pendidikan Qur’an) yang berada di kampung sebelah lumayan jauh dari rumah aya, tapi tidaklah menjadi penghalang untuk menuntut ilmu sehingga setiap hari saya diantar jemput oleh ayah saya. Di TPA ini saya banyak mendapat pengetahuan ilmu agama selain di masjid. Ketika saya umur 5 tahun saya sudah ikut wisuda meskipun waktu itu hanya saya wisudawati TPA yang berada dibawah umur SD karena ketika masuk saya sudah memiliki bekal sehingga saya tidak merasa tertinggal oleh kakak-kakak saya yang umurnya pun berbeda jauh. Tidak hanya sampai di TPA, saya melanjutkan belajar di kelas Pasca-TPA. Namun hal itu hanya berlangsung selama satu tahun. Hal itu karena setelah lulus SD, orangtua saya mengirimkan saya untuk melanjutkan belajar di pondok pesantren. Alhamdulillah selama usia SD waktu saya cukup padat dengan memperdalam agama yaitu sepulangnya dari SD ba’da dzuhur saya ikut sekolah agama di madrasah diniyah tepatnya di belakang rumah saya, sorenya saya pergi ke TPQ tersebut dan malamnya mengaji di masjid.
Masa Remaja di pesantren saya alami dengan baik meski ada beberapa permasalahan. Saya di masukkan ke salah satu pesantren modern yang ada di Banjar khusus untuk putri tepatnya di Pondok Pesantren Modern DAARUL HUDA Balokang-Banjar. Keunggulan di pesantren ini adalah lebih kepada Bahasa asing yaitu Bahasa Arab dan Inggris bahkan tahun ini 2015 sudah ditambah dengan Bahasa Mandarin. Setiap hari kita harus berbicara dua Bahasa itu, jika tidak kita mendapat ta’zir. Selain itu, di pesantren diajarkan bagaimana cara shalat dengan khusuk, namun sampai saat ini saya merasa sulit untuk melakukan shalat secara khusuk.  Saya banyak belajar mandiri saat berada di pesantren. Sosialisasi kepada teman-teman baru juga saya lakukan apalagi di tempat itu tidak ada orang yang saya kenal sebelumnya.
Karena di pesantren saya menggunakan dualism pendidikan yaitu pendidikan umum dan pendidikan agam dan tempatnya pun masih satiu kompleks, maka pelajaranpun digabungkan antara pelajaran umum dan pelajaran kepesantrenan dalam satu hari tersebut, seperti ilmu tauhid, akhlak, al-qur’an, tafsir, hadits dan masih banyak lagi terutama ilmu kebahasaan seperti nahwu, shorof, grammer dan lain-lain. Sebelum masuk ke kelas, kita diwajibkan untuk bermuhadatsah dengan menggunakan Bahasa asing agar kita lebih terbiasa dengan berbicara Bahasa asing. Ketika waktu istirahat sekitar pukul 09.30, kami melaksanakan shalat dhuha secara berjamaah. Shalat dhuha tersebut diwajibkan bagi santri yang dimaksudkan agar para santri terbiasa melaksanakan shalat dhuha. Selain itu shalat fardhu lima waktu juga diwajibkan untuk berjamaah dan jamaah harus pada kloter pertama. Jika kita tidak mengikuti shalat berjamaah maka kami akan mendapatkan ta’zir.
Libur umum sekolah dan pesntren adalah hari jum’at oleh karena itu setiap hari jum’at diadakan jariyu shobah jama’I (lari pagi bersama-sama) dan dilanjutkan dengan bersih-bersih pondok secara massal. Pada hari jum’at ini, kami diberikan kesempatan untuk meminta izin keluar pondok baik itu untuk pergi ke pasar atau pulang kerumah dengan batas waktu tertentu yang telah disepakati dengan bagian pengasuhan.
Setelah enam tahun saya menyelesaikan pendidikan di pesantren, dari mulali SMP sampai MA. Ketika kembali ke rumah ternyata teman-teman  sepermainan saya dulu ketika kecil sekarang sudah mempunyai pacar masing-masing dan saya mempunyai komitmen untuk tidak berpacaran. Namun karena rasa penasaran yang besar pada diri saya, ketika itu saya terjerumus untuk mengikuti seperti mereka yaitu dengan memiliki pacar. karena saya melihat dengan berpacaran ada yang memperhatikan kita. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama, Karena menurut islam sendiri tidak ada istilah pacaran dan pacaran mendekatkan diri kepada perbuatan maksiat. Hal itu saya rasakan sendiri ketika mempunyai pacar, setiap waktu bahkan setiap detik bukannya mengingat Tuhan atau kematian tetapi yang diingat adalah pacar kita. Dan bahkan saya merasa ketika itu bawaannya tidak tenang bahkan lebih sering berbuat bohong pada diri sendiri dan orang tua saya. Hal inilah yang menjadi konflik dalam keberagamaan saya ketika masa remaja dan akhirnya timbul kesadaran pada diri saya bahwa agama sebagai identitas diri .
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa saya mengalami perkembangan rasa agama mulai dari usia anak sampai remaja secara kontinu, berkesinambungan dan konsisten. Karakter rasa agama atau peran orang tua sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rasa agama anak. Perkembangan religiusitas remaja dipengaruhi oleh karakter rasa agama remaja yaitu konvensional, maknawi, reflektif, agama versus  kelompok sosial dan religious doubt. Pada masa pengembangan religius remaja maka timbul kesadaran diri agama sebagai identitas diri


0 komentar:

Posting Komentar