Rabu, 11 November 2015

0 Orde Lama dan Orde Baru (Semester 4)


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Politik ORDE LAMA tahun 1945-1968

Orde lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde lama berlangsung dari tahun 1945-1968 yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI.. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian system ekonomi liberal dan system ekonomi komando. Disaat menggunakan system ekonomi liberal, Indonesia menggunakan system Pemerintahan Parlementer. Presiden Soekarno digulingkan waktu Indonesia menggunakan system ekonomi komando.

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll, Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO dll. Pelaksanaan Pemilu pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.[i]
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada pemerintahan system politik orde lama, masyarakat masih belum memiliki kesadaran berpolitik. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan seseorang sehingga pemahaman dan kesadaran mereka terhadap politik masih sangat kecil atau tidak ada sama sekali terhadap sistem politik. Kelompok ini akan ditemukan di berbagai lapisan masyarakat. Disini, sistem politik masih bersifat tradisional dan sederhana, dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Maka dari itu, pada masa system ini terdapat begitu banyak partai yang muncul dengan ideology-ideologi baru dan berbeda yang mencoba menguasai gaya pemikiran masyarkat. Pada masa orde lama, negara Indonesia diterpa kekacauan pemerintahan, perekonomian serta pendidikan. kekacauan tersebut terus berlanjut hingga mulai mereda pada masa Soekarno diturunkan.
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Pada saat itu, kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Menurut ahli ketatanegaraan di Indonesia, Indonesia pernah mengalami 5 pergantian system pemerintahan.[ii] Dan 4 diantaranya terjadi pada masa orde lama. Diantaranya:
a.       Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949. 
b.      Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
c.       Periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959
d.      Periode 5 Juli 1959 (masa UUD 1945 pasca Dekrit Presiden).
Keadaan dengan berbagai aspeknya pada zaman Orde Lama dapat digambarkan sbagai berikut :
Pertama, Negara Republik Indonesia dapat diibaratkan seperti bayi yang baru lahir. Tubuhnya masih lemah, otaknya masih kosong, pengalaman belum ada, teman-teman tampak dan lain sebagainya masih perlu diusahakan. Struktur kenegaraan republic Indonesia masih sedang dibangun dengan berdasarkan pada konsep tertentu. Komunikasi dan dukungan dari berbagai Negara lain di dunia masih harus dibangun, dan modal utama untuk membangun Negara tersebut, baik dalam bentuk SDM dan material, masih harus diusahakan.
Kedua, Belanda yang baru meninggalkan Indonesia karena terdesak oleh Jepang, ingin kembali menjajah Indonesia dengan memboncengi tentara Sekutu Amerika Serikat. Belanda mengerahkan segala daya dan kemampuann untuk menguasai kembali Indonesia. Dengan keadaan yang masih bayi tersebut, Indonesia dengan seluruh rakyat dan pimpinannya terpaksa harus bangkit mempertahankan kemerdekaannya dengan berperang melawan Belanda dan tentara sekutu yang baru saja menang dalam Perang Dunia I. gangguan Belanda dan Sekutu baru berakhir setelah mereka mengetahui kegigihan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, serta keberhasilan para pemimpin Indonesia yang berjuang secara diplomatic di forum internasional. Dengan adadnya pengakuan dari berbagai Negara di dunia, seperti Mesir yang pertama kali mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, maka Belanda dan Sekutu harus menghentikan agresinya.
Ketiga, secara politik berbagai kekuatan yang dimiliki Negara Indonesia yang baru merdeka itu belum terkonsolidasikan dengan baik. Rumusan tentang dasar dan falsafah serta peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar membangun Indonesia ke depan masih harus dirumuskan dan ditentukan dengan tegas dan tepat. Demikian pula visi, misi, dan tujuan dari seluruh komponen bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang ideology untuk membangun Indonesia ke depan juga msih harus dirumuskan. Sejarah mencatat tentang adanya perbedaan pendapat bahkan pertentangan yang sengit yang terjadi diantara para elite pemimpin bangsa yang disebabkan karena perbedaan ideology. Pada masa itu paling kurang terdapat dua aliran ideology yang saling berebut pengaruh atas Indonesia, yaitu Ideology Nasionalisme yang digags oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain, juga Ideology Islam yang digagas oleh Kahar Mudzakar, Mohammad Natsir, dan lain-lain.
Keempat, secara diplomatic berdirinya Negara Republik Indonesia ini baik ke dalam maupun ke luar harus diperjuangkan. Pimpinan Nasional harus melakukan konsolidasi dan menyatukan visi, misi, dan tujuan dengan kalangan elite Indonesia. Selain itu, pimpinan nasional juga harus melakukan konsolidasi dengan Negara-negara lain di dunia dalam rangka memperoleh dukungan politik yang selanjutnya memberikan dukungan di bidang lainnya.
Kelima, membentuk dan mengisi struktur pemerintahan Negara. Dalam hubungan ini, pemerintah haris mendirikan nernagai departemen yang akan mengurusi dan memperjuangkan cita-cita kemerdekaan dalam segala bidang. Untuk mendirikan agama dan pendidika agama, pemerintah mendirikan Departemen Agama. Adapun untuk mengurusi kepentingan pendidikan secara umum, pemerintah mendirikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.[iii]

B.     Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama

a.      Pembentukan UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran

Menjelang lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran (1946) melapor kepada Menteri PP dan K (Mr. Soewandi) untuk membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran, yang diketuai oleh K.H. Dewantara. Mereka diberi tugas untuk meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan/pengajaran. [iv] Laporan panitia tersebut tidak dapat disiarkan secara luas karena adanya serbuan tentara Belanda, maka secara diam-diam mererka mengadakan :
1.      Kongres Pendidikan di Solo (4-7 Maret 1947)
Kongres ini di bawah pimpinan Prof. Sunaryo Kalapaking bertujuan untuk meninjau kembali berbagai masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga mendapatkan perhatian besar dari cendikiawan. Pada tahun 1948 terbentuk panitia pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh K.H. Dewantara dengan tugas untuk menyusun rencana UUPP di sekolah.
2.      Kongres Pendidikan di Yogyakarta (20-24 Juli 1949)
Menteri PP dan K (Ki.S.Mangunsarkoro) mengharapkan agar hasil dari kongres ini adanya bahan-bahan bermanfaat yang dapat dipergunakan untuk menyusun UUPP, yang sesuai dengan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Setelah panitia bekerja dengan giat, RUU dapat diselesaikan dan diajukan kepada BP, KNIP dan dengan suara terbanyak diterimalah Undang-Undang itu. Setelah disahkan oleh Acting Presiden  Mr. Asaat di Yogyakarta dan Menteri PP dan K, maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-Undang No.4 tahun 1950 dengan nama Undang-Undang tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) di sekolah.
Namun untuk sementara, UUPP tersebut hanya berlaku di daerah Yogyakara. Kemudian setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk, maka UUPP tersebut diterima oleh DPR pada tanggal 27 Januari 1954, kemudian disahkan oleh pemerintah tanggal 12 Maret 1954, dan diberlakukan pada tanggal 18 Maret 1954.

b.      Berbagai Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam Bidang Pendidikan Islam

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tetapi musuh-musuh Indonesia tidak tinggal diam, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945, para ulama di Jawa memproklamasikan perang Jihad Fisabilillah terhadap sekutu/ Belanda. Pahlawan perang berarti pahlawan jihad yang terkategori sebagai Syuhada Perang. Isi fatwa tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan.
2.      Pemerintah R.I adalah satu-satunya pemerintah yang sah wajib dibela dan diselamatkan.
3.      Wajib mengangkat senjata menghadapi sekutu.
4.      Kewajiban-kewajiban tersebut di atas adalah jihad fisabilillah.
PAI untuk sekolah umum mulali diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu, PAI sebagai pengganti Pendidikan Budi Pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang. Pendidikan Agama diberikan mulai Kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai Kelas VI. Pada masa itu, keamanan Indonesia belum mantap sehingga daerah-daerha di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mulai Kelas I SR. untuk itu, pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara (Departemen P&K) dan Prof.Drs.Abdullah Sigit (Departemen Agama). Tugasnya mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.[v]
Pada tahun 1950, rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus (Departemen Agama) dan Mr.Hadi (Departemen P&K). hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isinya ialah :
1.      Pendidikan agama mulai Kelas IV SD.
2.      Pendidikan agama mulai Kelas I SD (khusus untuk daerah-daerah yang agamanya kuat seperti Kalimantan, Sumatera, dll) dengan catatan mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang.
3.      Pendidikan agama sebanyak 2 jan/seminggu (SLTP dan SLTA).
4.      Minimal 10 orang dalam satu kelas.
5.      Pengangkatan guru agama, biaya dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk menyempurnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam Zarkasyi dari Pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Mentri Agama pada tahun 1952.
Adapun sasaran pembangunan jangka panjang ialah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupannya yang selaras, seimbang, dan serasi antara lahitiah dan rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita tujuan nasional.
Sehingga jika ditinjau dari segi falsafah Negara Pancasia, dari konstitusi UUD ’45, dan dari keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai tahun Pelita IV tahun 1983 semakkin mantap.
Teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan dan perubahan system proses belajar dan mengajar. Misalnya, tentang materi pendidikan agama dan diadakan pengintegrasian dan pengelompokkan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. [vi]

c.       Pendidikan Islam Zaman Orde Lama

Setelah Indonesia merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang diajaukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa :
“Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pola mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.”
            Kenyataan tersebut timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam setelah sekian lama terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam sangat sempit. Dalam hal ini, menurut Drs.H.A.Mustafa dan Drs. Abdullah Aly (1999) dalam bukunya minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
1.      Sikap dan kebijaksanaan pemerintah colonial yang sangat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
2.      Politik nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang memfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegang pada satu hadits Nabi Muhammad SAW, yang artinya : “Barangsiapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu.” Hadits ini melandasi sikap para ulama pada waktu itu.
Akan tetapi, keadaan berubah secara radikal setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia, seakan-akan merupakan ganjaran bagi para ulama atau yang dijimai oleh keislaman, yaitu kemerdekaan membuahkan sesuatu yang luar biasa besar manfaatnya bagi kaum muslimin, terutama di bidang pendidikan modern. Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan yang berkepanjangan, terutama melalui berbagai organisasi pergerakan, baik social, agama, maupun politik. Oleh karena itu, wujud kemerdekaan adalah cermin, cita-cita perjuangan bersama dari bangsa Indonesia. Dengan demikian, bentuk system dan tata cara pemerintahan disusun atas dasar cita-cita dan kehendak bangsa Indonesia.[vii]
Meskipun Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia tidak berdiam diri, namun sudah berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan. Untuk itu, dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut, maka diadakanlah berbagai usaha terutama mengubah system pendidikan dan menyesuaikannyakdengan keadaan yang baru.
Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan Instruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru, untuk :
1.      Mengibarkan bendera Sang Merah Putih setiap hari di halaman sekolah.
2.      Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
3.      Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo, lagu kebangsaan Jepang.
4.      Menghapuskan pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah Balatentara Jepang.
5.      Memberi semangat kebagsaan kepada semua murid.
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan Negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, maka sejarah kebijakan Pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya Pendidikan Islam tidak lepas dari kurun waktu tertentu, yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa penting dan tonggak-tonggak sejarah sebagai pengingat. Oleh karena itulah perjalanan sejarah Pendidikan Islam lebih dikenal dengan masa Orde Lama (Orla), akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan Orde Baru (Orba).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sebagaimana dikemukakan terdahulu, terjadi perubahan di berbagai aspek, tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan, tetapi juga dalam pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka.
Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi :
1.      Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
2.      Pemerintah mengusahakan suatu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Oleh sebab itu, tidak dikenal lagi pembatasan pembinaan pendidikan yang disebabkan perbedaan agama, social, ekonomi dan golongna. Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih tempat belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
Pada periode Orde Lama (Orla) ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan, yaitu :
1.      Dari tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah Pancasila.
2.      Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), di Negara bagian Timur dianut suatu system pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda.
3.      Tanggal 17 Agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan R.I., landasan idiil pendidikan UUDS R.I.
4.      Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan R.I. kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik R.I. menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana.
5.      Pada tahun 1965, sesudah peristiwa G.30S/PKI kita kembali lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[viii]

d.      Keberadaan Pendidikan Islam

Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah R.I. tetap membina pendidikan agama yang secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua Departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
            Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu Pendidikan Agama dan Pendidikan Umum. Disatu pihak, Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama, baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Dan di pihak lain, Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mengelola pendidikan pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan system Pendidikan Naisonal.
            Dalam bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan. Untuk itu, dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok Gonor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952 [ix].
            Pada bulan Desember 1960 saat siding pleno MPRS, diputuskan sebagai berikut: Melaksanakan Manipol Usdek di bidang Mental/Agama/Kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kabangsaan Indonesia, serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II pasan 2 ayat 1). Dalam ayat 3 pasal tersebut dinyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai Sekolah Rendah (Dasar-Universitas), dengan pengertian bahwa murid berhak tidak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya.[x]
            Begitulah  keadaan pendidikan Islam dengan segala kebijakasanaan pemerintah pada zaman Orde Lama. Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadarana baru bagi umat Islam, dengan timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungna ini Kementerian Agama telah mencanagkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1.      Pesantren Indonesia klasik yang sebelumnya hanya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.      Madrasah Diniyah yaitu sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid SD yang berusia 7-20 tahun. Pelajaran belangsung pada sore hari (kira-kira 10 jam seminggu)..
3.      Madrasah-madrasah swasta yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yanbersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum.
4.      Madrasah Ibtidaiyah Negri (MIN), yaitu SDN 6 tahun di mana perbandingan umum kira-kira 1;2. Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN.
5.      Suatu percobaan baru pada MIN dengan meneambahkan latihan ketrerambpikursus selama 2 tahun.
6.      Pendidikan Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan sejak tahun 1965 pada IAIN, yang terdiri dari 2 fakultas di Yogyakarta dan 2 fakulas di Jakarta.[xi]
Secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan pendidikan Islam belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Adanya perlawanan ideologis politis dari sebagian elite Islam senagaiman tersebut di atas telah menimbulkan kecurigaan dan rasa tidak suka dari pemerintah terhadap umat Islam. Perang dingin yang terjadi antara elite Islam dengan pemerintah menyebabkan pemerintah bersikap setengah hati terhadap naisb pendiidkan Islam. Namun demikian, adang=ya sebagian elite Muslim yang berpandangan progresif, modern, dan nasionalisme, terutama kaum Musli yang telah tersentuh oleh pendidikan dan pengalaman dunia modern, misalnya tokoh dan intelektual Muslim yang mendapatkan pendidikan dari Negara maju telah mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pemerintah. Dengan duduknya elite Muslim yang progresif dan sejalan dengan visi, misi, dan tujuan pemerintah menyebabkan ada pula usaha-usaha yang dilkukan pemerintah Orde Lama terhadap kepentingan pendidikan Islam.
1.      Mendirikan Departemen Agama.
Pembinaan Pendidikan Agama setelah kemerdekaan  Indonesia dilakukan secara formal institusional. Urusan keagamaan dan pendidikan agama yang sebelum kemerdekaan ditangani oleh kantor agama yang pada masa penjajahan Belanda bernama resmi Kantor “Voo Inlandshe Zaken”, dan pada masa penjajahan Jepang bernama “Shumuka”, setelah Indonesia meredeka berubah nama mejadi Kementrian Agama dan diresmikan pada tanggal 03 Januari 1946. Kementrian Agama ini juga mengurusi bidang pendidikan yang berhubungan dengan agama. Namun di smaping itu, pemerintah juga mendirikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga menimbulkan pengelolaan pendidikan yang dikotomis yang selanjutnya berdampak buruk terhadap nasib pendidikan agama, yaitu berupa adanya perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah terhadap pemberian anggaran pendidikan agama, SDM, dan saran prasarana.
2.      Mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pendidikan Agama.
Dalam hal ini, pemerintah OrdeLama mengeluarkan UU nNo 12 tahun 1950 yang di dalamnya mengatur pendidikan agama d sekolah negeri baik yang ada di Kementrian Agama maupun Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Bab XII Pasal 20 undang-undang ini misalnya dinyatakan bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakan anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak. Selain itu dijelaskan pula tentang cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah negeri yang diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama.
3.      Memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan islam.
Dalam rangka merumuskan kebijakan pendidikan yang dibentuk pada akhir tahun 1945, dalam laporannya mengenai bentuk pendidikan Islam yang lama dan baru, dinyatakan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan material dari pemerintah. Selanjutnya, karena madrasah dan pesantren memberikan pendidikan agama, maka madrasah dan pesantren diserahkan pembinaan dan pengembnagannya kepada Departemen Agama. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab ini, maka Departemen Agama menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut :
a.       Memberi pelajaran agama di sekolah negeri dan partikulir.
b.      Memberi pengetahuan umum di madrasah.
c.       Memberikan Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).
Kebijakan Departemen Agama ini dimanfaatnkan oleh masyarakat Muslim Indonesia untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
4.      Memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam
Seperti mengangkat guru agama, membantu biaya pembangunan madrasah, bantuan buku-buku pelajaran, me-negeri-kan madrasah, dan bantuan lainnya, walaupun jumlahnya amat terbatas sesuai dengan kemampuan ekonomi pada waktu itu.[xii]





BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Setelah  Indonesia  Merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebgaimana yang telah dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Keadaan  pendidikan  Islam  dengan  segala  kebijaksanaan  pemerintah pada  zaman  Orde  Lama.  Pada  akhir  Orde  Lama  tahun  1965  lahir semacam kesadaran baru bagi ummat Islam, di mana timbulnya minat yang     mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat ummat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementrian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
  • Pesantren Indonesia Klasik
  • Madrasah Diniyah
  • Madrasah Swasta
  • Madrasah Ibtidaiyah
  • Kursus tambahan 2 tahun pada MIN
  • Pendidikan Teologi

B.     Saran

Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif dan membangun, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah dan Mustafa . 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia
Muchjidin, Erman. 1986. Tata Negara. Bandung : Yudhistira.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Notosusanto, Nugroho. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969. Jakarta : PN. Balai Pustaka.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : PT Rineka Cipta.
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty
Wiharyanto, A. Kardiyat. 2011. Sejarah Indonesia dari Proklamasi sampai Pemilu 2009.  Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2015 pukul 16.00 WIB. Alamat Web : http://materikuliah-pai.blogspot.com
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2015 pukul 16.00 WIB. Alamat Web : http://makalahmawon.blogspot.com



[i] Soehino. 1992
[ii] Muchjidin, Erman. 1986
[iii] Nata, Abuddin. 2011. Hal. 314-317
[v] Mustafa dan Abdullah. 1997. Hal. 124
[vi] Hal. 351
[vii] Mustafa dan Abdullah. 1997. Hal. 128-129
[viii] Nata, Abuddin. 2011
[ix] Wiharyanto, A. Kardiyat. 2011
[x] Mustafa dan Abdullah. 1997. Hal. 134
[xii] Nata, Abuddin. 2011. Hal. 318-322

0 komentar:

Posting Komentar