BAB II
PEMBAHASAN
A.
Politik ORDE LAMA tahun
1945-1968
Orde lama adalah sebutan bagi
masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde lama berlangsung dari
tahun 1945-1968 yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17
agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI..
Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian system ekonomi
liberal dan system ekonomi komando. Disaat menggunakan system ekonomi liberal,
Indonesia menggunakan system Pemerintahan Parlementer. Presiden Soekarno
digulingkan waktu Indonesia menggunakan system ekonomi komando.
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soekarno di Indonesia. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu
sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai
berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll,
Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO
dll. Pelaksanaan Pemilu pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang.
Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila
terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila
yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode
1959-1966.[i]
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam
memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia.
Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan
kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa
peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah;
Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD
Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada pemerintahan system politik orde lama,
masyarakat masih belum memiliki kesadaran berpolitik. Hal tersebut disebabkan
rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan seseorang sehingga pemahaman dan
kesadaran mereka terhadap politik masih sangat kecil atau tidak ada sama sekali
terhadap sistem politik. Kelompok ini akan ditemukan di berbagai lapisan
masyarakat. Disini, sistem politik masih bersifat tradisional dan sederhana,
dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Maka dari itu, pada masa
system ini terdapat begitu banyak partai yang muncul dengan ideology-ideologi
baru dan berbeda yang mencoba menguasai gaya pemikiran masyarkat. Pada masa
orde lama, negara Indonesia diterpa kekacauan pemerintahan, perekonomian serta
pendidikan. kekacauan tersebut terus berlanjut hingga mulai mereda pada masa
Soekarno diturunkan.
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami
berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh
tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk
implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Pada saat
itu, kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan
kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Menurut ahli ketatanegaraan di
Indonesia, Indonesia pernah mengalami 5 pergantian system pemerintahan.[ii]
Dan 4 diantaranya terjadi pada masa orde lama. Diantaranya:
a.
Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949.
b.
Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
c.
Periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959
d.
Periode 5 Juli 1959 (masa UUD 1945 pasca Dekrit
Presiden).
Keadaan dengan berbagai
aspeknya pada zaman Orde Lama dapat digambarkan sbagai berikut :
Pertama, Negara Republik Indonesia dapat diibaratkan seperti bayi yang baru
lahir. Tubuhnya masih lemah, otaknya masih kosong, pengalaman belum ada,
teman-teman tampak dan lain sebagainya masih perlu diusahakan. Struktur
kenegaraan republic Indonesia masih sedang dibangun dengan berdasarkan pada
konsep tertentu. Komunikasi dan dukungan dari berbagai Negara lain di dunia
masih harus dibangun, dan modal utama untuk membangun Negara tersebut, baik
dalam bentuk SDM dan material, masih harus diusahakan.
Kedua, Belanda yang baru meninggalkan Indonesia karena terdesak oleh
Jepang, ingin kembali menjajah Indonesia dengan memboncengi tentara Sekutu
Amerika Serikat. Belanda mengerahkan segala daya dan kemampuann untuk menguasai
kembali Indonesia. Dengan keadaan yang masih bayi tersebut, Indonesia dengan
seluruh rakyat dan pimpinannya terpaksa harus bangkit mempertahankan
kemerdekaannya dengan berperang melawan Belanda dan tentara sekutu yang baru
saja menang dalam Perang Dunia I. gangguan Belanda dan Sekutu baru berakhir
setelah mereka mengetahui kegigihan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaannya, serta keberhasilan para pemimpin Indonesia yang berjuang secara
diplomatic di forum internasional. Dengan adadnya pengakuan dari berbagai
Negara di dunia, seperti Mesir yang pertama kali mengakui kemerdekaan dan
kedaulatan Indonesia, maka Belanda dan Sekutu harus menghentikan agresinya.
Ketiga, secara politik berbagai kekuatan yang dimiliki Negara Indonesia
yang baru merdeka itu belum terkonsolidasikan dengan baik. Rumusan tentang
dasar dan falsafah serta peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar
membangun Indonesia ke depan masih harus dirumuskan dan ditentukan dengan tegas
dan tepat. Demikian pula visi, misi, dan tujuan dari seluruh komponen bangsa
Indonesia yang memiliki latar belakang ideology untuk membangun Indonesia ke
depan juga msih harus dirumuskan. Sejarah mencatat tentang adanya perbedaan
pendapat bahkan pertentangan yang sengit yang terjadi diantara para elite
pemimpin bangsa yang disebabkan karena perbedaan ideology. Pada masa itu paling
kurang terdapat dua aliran ideology yang saling berebut pengaruh atas
Indonesia, yaitu Ideology Nasionalisme yang digags oleh Soekarno, Mohammad
Hatta, dan lain-lain, juga Ideology Islam yang digagas oleh Kahar Mudzakar,
Mohammad Natsir, dan lain-lain.
Keempat, secara diplomatic berdirinya Negara Republik Indonesia ini baik ke
dalam maupun ke luar harus diperjuangkan. Pimpinan Nasional harus melakukan
konsolidasi dan menyatukan visi, misi, dan tujuan dengan kalangan elite
Indonesia. Selain itu, pimpinan nasional juga harus melakukan konsolidasi
dengan Negara-negara lain di dunia dalam rangka memperoleh dukungan politik
yang selanjutnya memberikan dukungan di bidang lainnya.
Kelima, membentuk dan mengisi struktur pemerintahan Negara. Dalam hubungan
ini, pemerintah haris mendirikan nernagai departemen yang akan mengurusi dan
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan dalam segala bidang. Untuk mendirikan
agama dan pendidika agama, pemerintah mendirikan Departemen Agama. Adapun untuk
mengurusi kepentingan pendidikan secara umum, pemerintah mendirikan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.[iii]
B.
Perkembangan Pendidikan Islam
Pada Masa Orde Lama
a. Pembentukan
UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran
Menjelang
lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Panitia Penyelidik
Pendidikan dan Pengajaran (1946) melapor kepada Menteri PP dan K (Mr. Soewandi)
untuk membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran, yang diketuai
oleh K.H. Dewantara. Mereka diberi tugas untuk meninjau kembali dasar-dasar,
isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan/pengajaran. [iv]
Laporan panitia tersebut tidak dapat disiarkan secara luas karena adanya
serbuan tentara Belanda, maka secara diam-diam mererka mengadakan :
1.
Kongres
Pendidikan di Solo (4-7 Maret 1947)
Kongres ini di
bawah pimpinan Prof. Sunaryo Kalapaking bertujuan untuk meninjau kembali
berbagai masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga mendapatkan perhatian
besar dari cendikiawan. Pada tahun 1948 terbentuk panitia pembentukan Rencana
Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh K.H. Dewantara
dengan tugas untuk menyusun rencana UUPP di sekolah.
2.
Kongres
Pendidikan di Yogyakarta (20-24 Juli 1949)
Menteri
PP dan K (Ki.S.Mangunsarkoro) mengharapkan agar hasil dari kongres ini adanya
bahan-bahan bermanfaat yang dapat dipergunakan untuk menyusun UUPP, yang sesuai
dengan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Setelah panitia bekerja dengan
giat, RUU dapat diselesaikan dan diajukan kepada BP, KNIP dan dengan suara
terbanyak diterimalah Undang-Undang itu. Setelah disahkan oleh Acting
Presiden Mr. Asaat di Yogyakarta dan
Menteri PP dan K, maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-Undang No.4 tahun 1950
dengan nama Undang-Undang tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran (UUPP)
di sekolah.
Namun untuk
sementara, UUPP tersebut hanya berlaku di daerah Yogyakara. Kemudian setelah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk, maka UUPP tersebut diterima oleh
DPR pada tanggal 27 Januari 1954, kemudian disahkan oleh pemerintah tanggal 12
Maret 1954, dan diberlakukan pada tanggal 18 Maret 1954.
b. Berbagai
Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam Bidang Pendidikan Islam
Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tetapi musuh-musuh
Indonesia tidak tinggal diam, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada
bulan Oktober 1945, para ulama di Jawa memproklamasikan perang Jihad
Fisabilillah terhadap sekutu/ Belanda. Pahlawan perang berarti pahlawan
jihad yang terkategori sebagai Syuhada Perang. Isi fatwa tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Kemerdekaan
Indonesia wajib dipertahankan.
2.
Pemerintah
R.I adalah satu-satunya pemerintah yang sah wajib dibela dan diselamatkan.
3.
Wajib
mengangkat senjata menghadapi sekutu.
4.
Kewajiban-kewajiban
tersebut di atas adalah jihad fisabilillah.
PAI untuk
sekolah umum mulali diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember
1946. Sebelum itu, PAI sebagai pengganti Pendidikan Budi Pekerti yang sudah ada
sejak zaman Jepang. Pendidikan Agama diberikan mulai Kelas IV SR (Sekolah
Rakyat = Sekolah Dasar) sampai Kelas VI. Pada masa itu, keamanan Indonesia
belum mantap sehingga daerah-daerha di luar Jawa masih banyak yang memberikan
pendidikan agama mulai Kelas I SR. untuk itu, pemerintah membentuk Majelis
Pertimbangan Pengajaran Agama Islam tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar
Dewantara (Departemen P&K) dan Prof.Drs.Abdullah Sigit (Departemen Agama).
Tugasnya mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran agama yang diberikan di
sekolah umum.[v]
Pada tahun
1950, rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia semakin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof.
Mahmud Yunus (Departemen Agama) dan Mr.Hadi (Departemen P&K). hasil dari
panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isinya ialah :
1.
Pendidikan
agama mulai Kelas IV SD.
2.
Pendidikan
agama mulai Kelas I SD (khusus untuk daerah-daerah yang agamanya kuat seperti
Kalimantan, Sumatera, dll) dengan catatan mutu pengetahuan umumnya tidak boleh
berkurang.
3.
Pendidikan
agama sebanyak 2 jan/seminggu (SLTP dan SLTA).
4.
Minimal
10 orang dalam satu kelas.
5.
Pengangkatan
guru agama, biaya dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk menyempurnakan kurikulumnya,
maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam Zarkasyi dari Pondok Gontor
Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Mentri Agama pada tahun 1952.
Adapun sasaran pembangunan jangka
panjang ialah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dalam kehidupannya yang selaras, seimbang, dan serasi antara lahitiah dan
rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong sehingga
bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita tujuan
nasional.
Sehingga jika ditinjau dari segi
falsafah Negara Pancasia, dari konstitusi UUD ’45, dan dari keputusan-keputusan
MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama di Indonesia
sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai tahun Pelita IV tahun 1983
semakkin mantap.
Teknik pelaksanaan pendidikan agama
di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan
dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan dan perubahan system proses
belajar dan mengajar. Misalnya, tentang materi pendidikan agama dan diadakan
pengintegrasian dan pengelompokkan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan
alokasi waktu. [vi]
c. Pendidikan
Islam Zaman Orde Lama
Setelah
Indonesia merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat perhatian serius
dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai
dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang diajaukan
oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945,
yang menyebutkan bahwa :
“Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan
sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar
dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pola mendapat perhatian dan
bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.”
Kenyataan tersebut
timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam setelah sekian lama terpuruk di
bawah kekuasaan penjajah. Pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan
modern bagi umat Islam sangat sempit. Dalam hal ini, menurut Drs.H.A.Mustafa
dan Drs. Abdullah Aly (1999) dalam bukunya minimal ada dua hal yang menjadi
penyebabnya, yaitu :
1.
Sikap
dan kebijaksanaan pemerintah colonial yang sangat diskriminatif terhadap kaum
muslimin.
2.
Politik
nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang memfatwakan bahwa ikut
serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk
penyelewengan agama. Mereka berpegang pada satu hadits Nabi Muhammad SAW, yang
artinya : “Barangsiapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam
golongan itu.” Hadits ini melandasi sikap para ulama pada waktu itu.
Akan tetapi,
keadaan berubah secara radikal setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia,
seakan-akan merupakan ganjaran bagi para ulama atau yang dijimai oleh
keislaman, yaitu kemerdekaan membuahkan sesuatu yang luar biasa besar
manfaatnya bagi kaum muslimin, terutama di bidang pendidikan modern. Kemerdekaan
Indonesia merupakan hasil perjuangan yang berkepanjangan, terutama melalui
berbagai organisasi pergerakan, baik social, agama, maupun politik. Oleh karena
itu, wujud kemerdekaan adalah cermin, cita-cita perjuangan bersama dari bangsa
Indonesia. Dengan demikian, bentuk system dan tata cara pemerintahan disusun
atas dasar cita-cita dan kehendak bangsa Indonesia.[vii]
Meskipun
Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menghadapi revolusi
fisik, pemerintah Indonesia tidak berdiam diri, namun sudah berbenah diri,
terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan
menentukan. Untuk itu, dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan (PP dan K). dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut, maka
diadakanlah berbagai usaha terutama mengubah system pendidikan dan
menyesuaikannyakdengan keadaan yang baru.
Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan
Instruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru,
untuk :
1.
Mengibarkan
bendera Sang Merah Putih setiap hari di halaman sekolah.
2.
Menyanyikan
lagu kebangsaan Indonesia Raya.
3.
Menghentikan
pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo, lagu kebangsaan
Jepang.
4.
Menghapuskan
pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah
Balatentara Jepang.
5.
Memberi
semangat kebagsaan kepada semua murid.
Seirama dengan
perjalanan sejarah bangsa dan Negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, maka sejarah kebijakan
Pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya Pendidikan Islam tidak lepas dari
kurun waktu tertentu, yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa penting dan
tonggak-tonggak sejarah sebagai pengingat. Oleh karena itulah perjalanan
sejarah Pendidikan Islam lebih dikenal dengan masa Orde Lama (Orla),
akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan Orde
Baru (Orba).
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sebagaimana dikemukakan terdahulu, terjadi
perubahan di berbagai aspek, tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan, tetapi
juga dalam pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan
perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian
kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka.
Tindakan
pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan
dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam dalam UUD 1945
pasal 31 yang berbunyi :
1.
Tiap-tiap
warga Negara berhak mendapat pengajaran.
2.
Pemerintah
mengusahakan suatu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Oleh sebab itu,
tidak dikenal lagi pembatasan pembinaan pendidikan yang disebabkan perbedaan
agama, social, ekonomi dan golongna. Dengan demikian, setiap anak Indonesia
dapat memilih tempat belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
Pada periode Orde
Lama (Orla) ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam
dunia pendidikan, yaitu :
1.
Dari
tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah Pancasila.
2.
Pada
permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS), di Negara bagian Timur dianut suatu system pendidikan yang diwarisi dari
zaman pemerintahan Belanda.
3.
Tanggal
17 Agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan R.I., landasan
idiil pendidikan UUDS R.I.
4.
Pada
tahun 1959 Presiden mendekritkan R.I. kembali ke UUD 1945 dan menetapkan
Manifesto Politik R.I. menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta
Usaha Tama dan Panca Wardhana.
5.
Pada
tahun 1965, sesudah peristiwa G.30S/PKI kita kembali lagi melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[viii]
d. Keberadaan
Pendidikan Islam
Di
tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah R.I. tetap membina
pendidikan agama yang secara formal institusional dipercayakan kepada
Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu,
dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua Departemen tersebut
untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun
swasta.
Maka sejak itulah
terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu Pendidikan Agama dan
Pendidikan Umum. Disatu pihak, Departemen Agama mengelola semua jenis
pendidikan agama, baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum.
Dan di pihak lain, Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mengelola
pendidikan pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan system
Pendidikan Naisonal.
Dalam bidang
kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan. Untuk itu,
dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok
Gonor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952 [ix].
Pada bulan
Desember 1960 saat siding pleno MPRS, diputuskan sebagai berikut: Melaksanakan
Manipol Usdek di bidang Mental/Agama/Kebudayaan dengan syarat spiritual dan
material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan
kabangsaan Indonesia, serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing
(Bab II pasan 2 ayat 1). Dalam ayat 3 pasal tersebut dinyatakan bahwa
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai Sekolah
Rendah (Dasar-Universitas), dengan pengertian bahwa murid berhak tidak ikut serta
dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan
keberatannya.[x]
Begitulah keadaan pendidikan Islam dengan segala
kebijakasanaan pemerintah pada zaman Orde Lama. Pada akhir Orde Lama
tahun 1965 lahir semacam kesadarana baru bagi umat Islam, dengan timbulnya
minat yang mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk
memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan.
Dalam hubungna ini Kementerian Agama telah mencanagkan rencana-rencana program
pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan
serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1.
Pesantren
Indonesia klasik yang sebelumnya hanya terbatas pada pengajaran keagamaan serta
pelaksanaan ibadah.
2.
Madrasah
Diniyah yaitu sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid SD yang
berusia 7-20 tahun. Pelajaran belangsung pada sore hari (kira-kira 10 jam
seminggu)..
3.
Madrasah-madrasah
swasta yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yanbersamaan dengan
pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum.
4.
Madrasah
Ibtidaiyah Negri (MIN), yaitu SDN 6 tahun di mana perbandingan umum kira-kira
1;2. Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN.
5.
Suatu
percobaan baru pada MIN dengan meneambahkan latihan ketrerambpikursus selama 2
tahun.
6.
Pendidikan
Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan sejak tahun 1965 pada
IAIN, yang terdiri dari 2 fakultas di Yogyakarta dan 2 fakulas di Jakarta.[xi]
Secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan
pendidikan Islam belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari
pemerintah. Adanya perlawanan ideologis politis dari sebagian elite Islam
senagaiman tersebut di atas telah menimbulkan kecurigaan dan rasa tidak suka
dari pemerintah terhadap umat Islam. Perang dingin yang terjadi antara elite
Islam dengan pemerintah menyebabkan pemerintah bersikap setengah hati terhadap
naisb pendiidkan Islam. Namun demikian, adang=ya sebagian elite Muslim yang
berpandangan progresif, modern, dan nasionalisme, terutama kaum Musli yang
telah tersentuh oleh pendidikan dan pengalaman dunia modern, misalnya tokoh dan
intelektual Muslim yang mendapatkan pendidikan dari Negara maju telah mampu
melakukan komunikasi yang baik dengan pemerintah. Dengan duduknya elite Muslim
yang progresif dan sejalan dengan visi, misi, dan tujuan pemerintah menyebabkan
ada pula usaha-usaha yang dilkukan pemerintah Orde Lama terhadap kepentingan
pendidikan Islam.
1.
Mendirikan Departemen Agama.
Pembinaan Pendidikan Agama setelah
kemerdekaan Indonesia dilakukan secara
formal institusional. Urusan keagamaan dan pendidikan agama yang sebelum
kemerdekaan ditangani oleh kantor agama yang pada masa penjajahan Belanda
bernama resmi Kantor “Voo Inlandshe Zaken”, dan pada masa penjajahan Jepang
bernama “Shumuka”, setelah Indonesia meredeka berubah nama mejadi Kementrian
Agama dan diresmikan pada tanggal 03 Januari 1946. Kementrian Agama ini juga
mengurusi bidang pendidikan yang berhubungan dengan agama. Namun di smaping
itu, pemerintah juga mendirikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga
menimbulkan pengelolaan pendidikan yang dikotomis yang selanjutnya berdampak
buruk terhadap nasib pendidikan agama, yaitu berupa adanya perlakuan yang
diskriminatif dari pemerintah terhadap pemberian anggaran pendidikan agama,
SDM, dan saran prasarana.
2.
Mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa
perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pendidikan Agama.
Dalam hal ini, pemerintah OrdeLama
mengeluarkan UU nNo 12 tahun 1950 yang di dalamnya mengatur pendidikan agama d
sekolah negeri baik yang ada di Kementrian Agama maupun Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan. Pada Bab XII Pasal 20 undang-undang ini misalnya dinyatakan bahwa
dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid
menetapkan apakan anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak. Selain
itu dijelaskan pula tentang cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah
negeri yang diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama.
3.
Memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan
perkembangan lembaga pendidikan islam.
Dalam rangka merumuskan kebijakan
pendidikan yang dibentuk pada akhir tahun 1945, dalam laporannya mengenai
bentuk pendidikan Islam yang lama dan baru, dinyatakan bahwa madrasah dan
pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat sumber pendidikan dan pencerdasan
rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya,
hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan material dari pemerintah.
Selanjutnya, karena madrasah dan pesantren memberikan pendidikan agama, maka
madrasah dan pesantren diserahkan pembinaan dan pengembnagannya kepada
Departemen Agama. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab ini, maka
Departemen Agama menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut :
a.
Memberi pelajaran agama di sekolah negeri dan
partikulir.
b.
Memberi pengetahuan umum di madrasah.
c.
Memberikan Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA)
dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).
Kebijakan Departemen Agama ini
dimanfaatnkan oleh masyarakat Muslim Indonesia untuk mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan Islam.
4.
Memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan
material kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam
Seperti mengangkat guru agama, membantu
biaya pembangunan madrasah, bantuan buku-buku pelajaran, me-negeri-kan
madrasah, dan bantuan lainnya, walaupun jumlahnya amat terbatas sesuai dengan
kemampuan ekonomi pada waktu itu.[xii]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Setelah
Indonesia Merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat
perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha
untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut
sebgaimana yang telah dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
(BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang
pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat
jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya
pula mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
material dari pemerintah.
Keadaan
pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan
pemerintah pada zaman Orde Lama. Pada akhir
Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru
bagi ummat Islam, di mana timbulnya minat yang mendalam terhadap
masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat ummat Islam,
sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini
Kementrian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang
akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran
Islam sebagai berikut :
- Pesantren Indonesia Klasik
- Madrasah Diniyah
- Madrasah Swasta
- Madrasah Ibtidaiyah
- Kursus tambahan 2 tahun pada MIN
- Pendidikan Teologi
B. Saran
Kami sadar,
sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat positif dan membangun, guna penulisan karya ilmiah yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana
ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Abdullah
dan Mustafa . 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV.
Pustaka Setia
Muchjidin,
Erman. 1986. Tata Negara. Bandung : Yudhistira.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta :
Kencana.
Notosusanto,
Nugroho. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969. Jakarta : PN.
Balai Pustaka.
Radjab,
Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : PT Rineka Cipta.
Soehino.
1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty
Wiharyanto, A.
Kardiyat. 2011. Sejarah Indonesia dari Proklamasi sampai Pemilu 2009. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2015 pukul 16.00 WIB.
Alamat Web : http://materikuliah-pai.blogspot.com
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2015 pukul 16.00 WIB.
Alamat Web : http://makalahmawon.blogspot.com


0 komentar:
Posting Komentar